Banda Aceh – Wali Kota Banda Aceh, Illiza Sa’aduddin Djamal, menyampaikan kekecewaannya terhadap kondisi kelistrikan di wilayahnya yang dinilai belum menunjukkan kepastian perbaikan. Ia menilai komunikasi dari pihak PT PLN kepada Pemerintah Kota Banda Aceh masih sangat minim.
Kekecewaan tersebut disampaikan Illiza dalam percakapan telepon dengan Manajer PLN UP3 Banda Aceh, Rudi Hamiri, yang kemudian dibagikan melalui media sosial pribadinya. Dalam pernyataannya, Illiza menegaskan seharusnya PLN lebih aktif menyampaikan informasi terkait kondisi listrik kepada pemerintah daerah.
Menurutnya, pemadaman listrik yang terjadi dalam waktu lama telah berdampak serius terhadap aktivitas ekonomi masyarakat. Banyak pelaku usaha terpaksa menghentikan operasional karena keterbatasan listrik dan gas.
“Banyak usaha yang tutup. UMKM, restoran, warung kopi, hingga katering tidak bisa beroperasi. Kerugian masyarakat sangat besar,” ungkap Illiza.
Ia juga mengaku kesulitan memberikan penjelasan kepada warga karena tidak adanya informasi teknis yang jelas dari PLN. Padahal, keterbukaan informasi dinilai sangat penting agar pemerintah kota dapat membantu menenangkan dan mengedukasi masyarakat.
Selain sektor ekonomi, layanan kesehatan turut terdampak. Illiza menyebut rumah sakit di Banda Aceh harus mengeluarkan biaya besar untuk operasional genset selama pemadaman berlangsung, dengan nilai hampir mencapai Rp1 miliar.
Menanggapi hal tersebut, Manajer PLN UP3 Banda Aceh menjelaskan bahwa pasokan listrik ke Banda Aceh saat ini bergantung pada PLTG Arun dan PLTU Nagan. Ia mengakui kondisi sistem kelistrikan sedang tidak stabil dan rawan gangguan.
“Kami mohon dukungan semua pihak. Sistem saat ini sangat labil dan membutuhkan doa agar tidak terjadi kendala lebih besar,” ujarnya.
Meski Banda Aceh tidak terdampak bencana alam secara langsung, Illiza menilai kondisi tanpa listrik membuat masyarakat seolah hidup dalam situasi darurat. Ia pun menyampaikan keraguannya terhadap kepastian waktu pemulihan listrik di wilayah tersebut.












